Sabtu, 22 Juli 2006

Lagi: Bencana berjalan sesuai takdirnya

Bencana.. akan menorehkan luka bagi para korban dan orang terdekatnya. Bencana menyebabkan seseorang kehilangan orang terdekat yang menjadi menjadi tumpuan kasih sayang, tempat menaruh harapan dan berbagi perasaan atau tempat memberi penghormatan. Bencana menjadi penyebab musnahnya harta benda, rusaknya sumber kehidupan, menyebabkan rasa sakit atau pilu baik di hati atau di badan fisik. Bencana mengakibatkan trauma dan keputus asaan. Bencana memerlukan uluran tangan-tangan yang simpati, empati atau yang terpanggil untuk meringankan penderitaan korban dan keluarga. Bencana membutuhkan pribadi-pribadi yang tulus dan ikhlas, yang sibuk untuk menolong sehingga tidak cukup punya waktu untuk mencari-cari kesalahan atau melempar tanggung jawab kepada orang lain... Manusia bisa mempunyai andil dalam terjadinya sebuah bencana, tetapi tidak semua bencana terjadi akibat perbuatan tangan manusia, Banjir, longsor, kebakaran hutan mungkin terjadi akibat kecerobohan manusia, tetapi dalam kejadian gempa boleh menihilkan campur tangan manusia. Manusia dengan upayanya mampu mencegah terjadinya banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan lain-lain tetapi (paling tidak hingga kini) tidak ada satupun manusia yang mampu mencegah terjadinya gempa dan tsunami atau menghentikan letusan sebuah gunung berapi. Maksimal upaya yang dilakukan untuk menghadapi gempa, tsunami dan letusan gunung adalah mitigasi atau mengurangi dampak yang akan ditimbulkannya...
Dari bencana yang pernah beberapa kali melanda saudara-saudara kita, rasanya semua bisa dijelaskan dengan logika pemikiran manusia. Tidak ada penyimpangan atau anomali dari pengetahuan yang pernah terpikirkan oleh manusia. Hal ini menunjukkan bahwa bencana itu terjadi karena alam tunduk terhadap takdirnya atau tunduk terhadap hukum-hukum alam atau yang disebut “sunatullah”. Allah dengan kuasaNya bisa saja berkehendak terjadi sesuatu yang diluar nalar manusia (“kun fayakun”) dan Allah memang memiliki Kuasa dan Hak yang tidak bisa diganggu gugat untuk itu, tetapi sejauh ini bencana yang terjadi masih dalam batas yang bisa dipahami oleh akal manusia, masih bisa dijelaskan oleh ilmu manusia. Nah.. oleh karena itu apabila ada anggapan bahwa bencana selama ini menunjukkan ke-sewenang-wenangan Allah terhadap ummatnya itu adalah prasangka buruk yang sangat berlebihan....Memang, manusia dengan egonya sering tidak mau “mengerti” terhadap kehendak Allah, manusia sering mengharap agar Allah selalu memenuhi apa saja yang menurutnya baik. Manusia cenderung menolak, apabila yang ada pada dirinya atau yang diperolehnya, berbeda dengan apa yang diharapkannya. Ketidak sesuaian antara kenyataan dan harapan sering dianggap laknat, kutukan, ada rasa diperlakukan tidak adil, balasan yang diterima tidak layak dibanding upaya yang telah dilakukan, sehingga hilanglah rasa syukur dari dalam diri atau yang lebih parah “berprasangka buruk” terhadap Allah. Hati nuraninya tertutup sudah oleh kerak dan jelaga prasangka buruk. "Kemudian hatimu menjadi keras sesudah itu, hingga seperti batu, malahan lebih keras lagi".
Bencana pasti menorehkan luka.... tetapi pasti ada hikmah yang tersembunyi di sana. Allah pasti mempunyai maksud tertentu dan bencana itu pasti masuk dalam “grand scenario” dari Sang Maha Pemelihara keseimbangan di alam dunia ini. Seandainya.... tidak pernah kita semua ini menjadi tua, seandainya tidak pernah ada lempeng benua yang saling bergerak dan bertumbukan, seandainya tidak pernah ada gempa, seandainya tidak pernah ada banjir, seandainya tidak pernah ada gunung meletus, seandainya tidak pernah ada tsunami, dll.... barangkali keseimbangan alam sudah kacau balau sejak dulu, sehingga kehidupan yang ada di dalam dunia inipun juga tidak akan mampu bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama dari saat ini. Memang apa yang menurut manusia baik, belum tentu baik menurut Allah, sebaliknya apa yang menurut manusia buruk belum tentu buruk bagi Allah, karena manusia memiliki pengetahuan yang terbatas sedangkan ilmu Allah tidaklah terbatas.
Wallahu 'alam...