Minggu, 28 September 2008

Nawaitu Lillahi Ta'ala..


Gusti Allah tidak hanya menilai hasil saja, tetapi juga proses. Jihad (usaha sungguh-sungguh dalam mencapai tujuan mulia) itu tidak wajib menang. Bahkan seandainya harus mati pun, bakal memperoleh penghargaan yang sangat tinggi (Maaf sesungguhnya "jihad" sangatlah mulia tujuannya, bukan dalam pengertian yang telah direduksi demi kepentingan baik yang tendensius maupun yang dipelintir disalah gunakan). Memang berjihat itu boleh saja nggak berhasil, namun bukan berarti lantas boleh beramal tanpa orientasi goal atau tujuan, hanya iseng-iseng, coba-coba tanpa maksud yang jelas.
"Dalam setiap memulai sebuah amal apapun niat itu wajib hukumnya, tanpa niat maka amal apapun tidak akan dicatat oleh malaikat", itu kata Ustad Mukidin. Implikasi niat itu apaan sih? Kalau diperhatikan dalam niat kalau di langgar ndeso selalu pake bahasa Arab, permulaannya adalah kata "nawaitu" yang artinya konon "saya berniat melakukan sesuatu" ditambah dengan "tujuan antara"… akhirnya ditutup dengan kalimat "Lillahi ta'ala", atau "Demi Allah yang Maha Tinggi" katanya. Lillahi Ta'ala itulah The Ultimate Goal yakni meletakkan dan menyandarkan seluruh amal untuk "memperoleh Ridho Alloh". Nah sekarang jelas bahwa tujuan atau goal yang harus dicapai ketika akan melakukan perbuatan atau amalan itu tertera dalam niat. Dengan berniat tujuan melakukan sesuatu jadi jelas, tanpa niat berarti akan melakukan amal atau perbuatan tanpa tujuan dan itu kata ustad Mukidin tidak akan tercatat oleh malaikat.
Tujuan dijabarkan lebih lanjut dalam target, untuk mencapai target butuh tindakan nyata yang dirumuskan dalam action plan dan action step, butuh strategi, contingency plan dan seterusnya. Maka secara tidak langsung, membuat planning dalam hidup itu wajib hukumnya. Lha kalau setiap amal wajib niat, maka menjalani kehidupan tanpa tujuan alias tanpa planning ya tidak diperkenankan. Nggak boleh hidup hanya seperti "godong jati garing, kleyangan katiyup angin", kumasha engke wae...
Begitu pentingnya niat, maka pak ustad sering ngingetin... "baru punya niat baik saja, itu sudah dicatat oleh Malaikat". Tentu... seandainya pahala itu bisa diukur atau dikuantifisir.. yang diperoleh oleh yang cuma niyat doang, ya ndak bakalan sama dengan yang telah melakuannya dengan sungguh-sungguh walaupun mungkin gagal diperjalanan.
Setiap amal tergantung niatnya, kata kanjeng Nabi. Niat yang paripurna adalah meletakkan the Ultimate Goalnya memperoleh Ridho Alloh. Nah kalau tujuan direduksi pada tujuan antara, maka sebatas itulah maksimal yang akan diperoleh. Kalau niat bantu orang miskin supaya diakui kedermawan anda, maka maksimal anda hanya memperoleh publikasi (yang belum tentu bener) bahwa anda adalah orang yang banyak duwit dan murah hati. Kalau niat puasa di bulan Ramadhon ini hanya ingin langsing atau menurunkan kolesterol, ya itulah maksimal yang bisa diperoleh. Lain hanya kalau niat Lillahi Ta'ala, insya Allah akan memperoleh la'alakum tattaqun. mungkin juga sekaligus memperoleh langsing, lebih fit dan rendah kolsterol. Amien.