Minggu, 28 Oktober 2012



 
Dijaman televisi belum dicipta manusia, sebuah kisah kasih anak manusia di tanah Jawa bisa menembus manca negara.
Kisah kasih bak telenovela itu terjadi di abad 11-12 di emporium penerus Airlangga yakni Jenggala, Kediri, Ngurawan dan Singasari. Kisah kasih itu semula tersebar lewat lisan lantas sebagian ditulis di media sederhana seperti daun sehingga bolehlah disebut lontaranovela.
Bintang romansa itu adalah Raden Panji Inu Kartapati dari Kahuripan dengan Dewi Sekartaji putri Jenggala. Cerita itu berkembang dalam berbagai versi cerita sesuai fantasi dan persepsi masing-masing yang mengembangkannya ada Keong Emas, Ande-ande Lumut, Golek Kencana, dan lain-lain..

Media pengantarnya bermacam-macam... ada seni reog, seni teater, seni tari (topeng), wayang (beber, klitik, gedog, dll), sastra, lagu, fragmen, dan sebagainya. Bahkan ada theme park atau bangunan yang mengadaptasi nama atau lakon Panji.
Lakon Panji bukan hanya dikenal di tanah Ja...
wa saja, di Bali kisah Panji (Malat) juga dikenal lewat pertunjukan klasik drama tari atau wayang Arja, di tradisi Banjar dahulu ada seni tradisional (sekarang langka) yang menggunakan lakon Panji juga.
Di negeri jiran, “Hikayat Panji Semirang” saat ini menjadi sumber penting kajian sastra Melayu di kalangan akademisi, kisah itu juga jadi salah satu teks bacaan wajib di sekolah-sekolah. Pantaslah kita kawatir kalau nantinya cerita ini nantinya diklaim milik mereka. Di Thailand.. ada juga pertunjukan tradisional bernama Inao, di Kamboja dikenal lakon Eynao... keduanya dengan lakon sama juga lontaranovela jenggala juga yakni Raden Inu (Ino atau Hino) Kartapati..
Ini omong ilmiah dikit, miturut CC Berg (1928) masa penyebaran cerita Panji di Nusantara berkisar antara tahun 1277 M (Pamalayu) hingga ± 1400 M. Ditambahkannya bahwa tentunya telah ada cerita Panji dalam Bahasa Jawa Kuno dalam masa sebelumnya, kemudian cerita tersebut disalin dalam bahasa Jawa Tengahan dan Bahasa Melayu. Berg (1930) selanjutnya berpendapat bahwa cerita Panji mungkin telah populer di kalangan istana raja-raja Jawa Timur, namun terdesak oleh derasnya pengaruh Hinduisme yang datang kemudian. Dalam masa selanjutnya cerita tersebut dapat berkembang dengan bebas dalam lingkungan istana-istana Bali.
RMNg Poerbotjaraka membantah pendapat CC Berg tersebut, beliau bendapat cerita Panji adalah merupakan buah dari sebuah revolusi sastra, dimana waktu itu ada kebangkitan sastra lokal dari dominasi sastra India (Mahabarata/Ramayana) jaman keemasan/akhir dari emporium Majapahit....

Sabtu, 20 Agustus 2011

Semoga anda mendapat Hidayah

SMS dari +6289695026028 SELAMAT! Anda plgn yg berhak mendapatkan hadiah THR, Rp.35jt, dari "INDOSAT" 1432H Utk/Info, HUb: 081524569699 Pelaksana:+555.

Jawabku:
"Alhamdulillah, Indosat aja nggak ngasih kok anda mau, berrarti anda baik sekali deh... balik saya doain deh semoga anda segera kembali ke jalan yang benar. Amin YRA"

Sabtu, 17 Januari 2009

We will not go down


WE WILL NOT GO DOWN

WE WILL NOT GO DOWN (Song for Gaza)
(Composed by Michael Heart)
Copyright 2009


A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight




All Music and Content Copyrighted. All rights reserved. © 2009

Jumat, 19 Desember 2008

The power of Kepepet

Luar biasa kekuatan dari kepepet itu, pelajaran yang sesuai kurikulum harus diselesaikan dalam satu semester bisa dikebut dalam waktu semalam. Seseorang yang sehari-harinya dikenal pemalu, tiba-tiba berubah "mblubut" alias nggak punya… rasamalu. Orang yang dikenal lemah lembut setengah loyo, mendadak sontak jadi panik atau seperti beringas, yang dikenal demanding nggak ada inisiatip samasekali tiba-tiba bisa "mlethik" pikirannya.. keluar bola lampunya kalo di pilem kartun.
Banyak kisah sukses yang dimulai dari kondisi kepepet. Ada teman yang sukses jadi pengusaha akibat "terpaksa" ketika badai tsunami krisis harus meninggalkan tempat bekerjanya. Namun banyak juga di antara teman juga yang mencoba menerima tawaran pensiun dini, tapi sekarang hidupnya malah jadi beban orang.
Konon lingkungan bekerja yang rutin sering membuat seseorang berada di dalam zona nyaman, terlanjur krasan, kata orang Jawa, kehilangan kepekaan. Dirinya sudah beradaptasi dan tetap merasa nyaman dengan suasana yang sebenarnya tidak ada enak-enaknya sama sekali bagi orang lain. Ibarat burung yang dikurung dalam kerangkeng, ketika awal masuk kandang meronta-rona ingin lepas. Begitu mendapat kesempatan suatu saat bisa lepas, pertama merasa bebas, tetapi dialam bebas malah kebingungan cari makanan, alhasil esoknya mengalah pasrah bongkokan kepada orang yang telah tega mengurungnya dalam sangkar bergembok itu. Dan bisa ditebak, sesudahnya kisah pelarian tersebut tidak akan berulang meskipun pintu kandang terbuka lebar. Terlanjur keenakan, terlanjur sayang, terlanjur basah.
Sama-sama ingin kabur, sama-sama nggak kerasan tetapi bisa saja beda motivasi, sehingga beda juga hasil akhirnya. Ada yang ingin lepas karena merasa kerangkengnya terlalu sempit bagi badan dan kiprahnya untuk bisa berkembang lebih besar lagi. Panggung yang tersedia tidak lagi mampu mewadahi seluruh kiprahnya. Ada pula yang ingin lepas bukan karena wadahnya yang tidak sesuai tetapi sebenarnya masalah pada diri sendiri yang tidak pandai menari yang tepat sehingga bisa menguasai panggung dengan baik.
Tipe pertama begitu lepas dan mendapat wadah yang lebih besar maka dengan cepat membesarkan dirinya, sedangkan tipe kedua bisa saja masih menghadapi masalah yang sama seperti ditempat yang lama, dan ia akan terus dan terus mencari-cari wadah yang sesuai padahal masalahnya bukan pada wadah tapi pada dirinya.
Kalau kepepet itu memberikan energi yang dahsyat, kok terbersit perlu bikin upaya untuk menciptakan kondisi kepepet. Membeli rumah dengan mencicil sampe mecicil karena harus menyisihkan sebagian besar penghasilan misalnya. Pada awalnya akan terasaberat. Dengan begitu ada rasa kepepet dan akan mebuat kita lebih bijak dalam membelanjakan penghasilannya, mengatur kembali prioritas pengeluarannya atau cari-cari penghasilan tambahan.... Ternyata kepepet bisa menyebabkan orang jadi lebih kreatif. Sehingga yang bergaji pas-pasapun kalau kepepet bisa beli rumah juga.
Padahal kehidupan ini sebenarnya selalu dalam kondisi kepepet. Kepepet karena waktu berjalan begitu cepat, sehingga bagi orangyang punya target dalam hidup akan selalu dikejar oleh deadline. Waktu melesat begitu cepat, umur terus bertambah, ketuaan bahkan kematian akan semakin dekat menghampiri... itu yang membuat kepepet.
Kepepet yang lain adalah tuntutan agar kita "selalu beruntung" yang sesuai "dawuh" Kanjeng Nabi "hari ini lebih baik dari kemarin, hari esok lebih baik dari hari ini". Kita ini kepepet karena kesempatan baik tidak akan pernah terulang kedua kali. Sayang sekali kalau power potensial yang besar tersebut diabaikan dan tidak pernah dimanfaatkan.

Minggu, 28 September 2008

Nawaitu Lillahi Ta'ala..


Gusti Allah tidak hanya menilai hasil saja, tetapi juga proses. Jihad (usaha sungguh-sungguh dalam mencapai tujuan mulia) itu tidak wajib menang. Bahkan seandainya harus mati pun, bakal memperoleh penghargaan yang sangat tinggi (Maaf sesungguhnya "jihad" sangatlah mulia tujuannya, bukan dalam pengertian yang telah direduksi demi kepentingan baik yang tendensius maupun yang dipelintir disalah gunakan). Memang berjihat itu boleh saja nggak berhasil, namun bukan berarti lantas boleh beramal tanpa orientasi goal atau tujuan, hanya iseng-iseng, coba-coba tanpa maksud yang jelas.
"Dalam setiap memulai sebuah amal apapun niat itu wajib hukumnya, tanpa niat maka amal apapun tidak akan dicatat oleh malaikat", itu kata Ustad Mukidin. Implikasi niat itu apaan sih? Kalau diperhatikan dalam niat kalau di langgar ndeso selalu pake bahasa Arab, permulaannya adalah kata "nawaitu" yang artinya konon "saya berniat melakukan sesuatu" ditambah dengan "tujuan antara"… akhirnya ditutup dengan kalimat "Lillahi ta'ala", atau "Demi Allah yang Maha Tinggi" katanya. Lillahi Ta'ala itulah The Ultimate Goal yakni meletakkan dan menyandarkan seluruh amal untuk "memperoleh Ridho Alloh". Nah sekarang jelas bahwa tujuan atau goal yang harus dicapai ketika akan melakukan perbuatan atau amalan itu tertera dalam niat. Dengan berniat tujuan melakukan sesuatu jadi jelas, tanpa niat berarti akan melakukan amal atau perbuatan tanpa tujuan dan itu kata ustad Mukidin tidak akan tercatat oleh malaikat.
Tujuan dijabarkan lebih lanjut dalam target, untuk mencapai target butuh tindakan nyata yang dirumuskan dalam action plan dan action step, butuh strategi, contingency plan dan seterusnya. Maka secara tidak langsung, membuat planning dalam hidup itu wajib hukumnya. Lha kalau setiap amal wajib niat, maka menjalani kehidupan tanpa tujuan alias tanpa planning ya tidak diperkenankan. Nggak boleh hidup hanya seperti "godong jati garing, kleyangan katiyup angin", kumasha engke wae...
Begitu pentingnya niat, maka pak ustad sering ngingetin... "baru punya niat baik saja, itu sudah dicatat oleh Malaikat". Tentu... seandainya pahala itu bisa diukur atau dikuantifisir.. yang diperoleh oleh yang cuma niyat doang, ya ndak bakalan sama dengan yang telah melakuannya dengan sungguh-sungguh walaupun mungkin gagal diperjalanan.
Setiap amal tergantung niatnya, kata kanjeng Nabi. Niat yang paripurna adalah meletakkan the Ultimate Goalnya memperoleh Ridho Alloh. Nah kalau tujuan direduksi pada tujuan antara, maka sebatas itulah maksimal yang akan diperoleh. Kalau niat bantu orang miskin supaya diakui kedermawan anda, maka maksimal anda hanya memperoleh publikasi (yang belum tentu bener) bahwa anda adalah orang yang banyak duwit dan murah hati. Kalau niat puasa di bulan Ramadhon ini hanya ingin langsing atau menurunkan kolesterol, ya itulah maksimal yang bisa diperoleh. Lain hanya kalau niat Lillahi Ta'ala, insya Allah akan memperoleh la'alakum tattaqun. mungkin juga sekaligus memperoleh langsing, lebih fit dan rendah kolsterol. Amien.

Minggu, 06 April 2008

Fitnah

Fitnah adalah hal yang menyebabkan perpecahan, memfitnah adalah upaya untuk "memecah belah"... jadi siapa yang senang menyebarkan benih-benih kebencian sehingga menumbuh kembangkan perpecahan itulah "tukang fitnah"…
Memiliki perasaan "tidak senang" kepada kelompok atau orang tertentu karena alasan yang boleh jadi sangat subyektif, itu manusiawi sekali. Namun, manusia adalah "makhluk tuhan yang paling beradab" dan juga hidup dalam pergaulan yang beradab pula, makanya harus menahan perasaan sendiri demi menjaga perasaan orang lain. Konon rasa benci itu bisa menghapuskan rasa adil, sebab kalau diumbar lepas, akan menimbulkan kesewenang-wenangan terhadap orang yang tidak disenangi... Padahal, terhadap yang jelas menjadi pelaku kejahatan sekalipun pelurusan diarahkan terutama kepada perilakunya bukan kepada manusianya. Karena siapa tahu ia adalah korban yang perlu dikasihani, yang dilakukan adalah diluar kesadaran kemanusiaannya. Bagaimanapun menyudutkan atau menghinakan bukanlah cara yang tepat.
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan, itu bunyi salah satu ayat suci. Maksudnya bukan berarti nyawa seorang manusia itu tidak ada artinya, namun perlu dibayangkan bahwa kehilangan nyawa yang sangat besar artinya ternyata belum ada apa-apanya dibandingkan dengan kedahsyatan fitnah keji. Fitnah keji itu laksana terjangan tsunami yang dengan dahsyatnya menyebarkan benih perpecahan yang akhirnya menyulut peperangan dengan serangkaian perusakan dan pembunuhan di dalamya.
Sekeji-kejinya fitnah, menghadapinya dengan fitnah balik adalah kontra produktif. Tidak ada bedanya antara penfitnah pertama dengan fitnah balasan, keduanya sama-sama fitnah. Sejujurnya orang melancarkan fitnah secara diam-diam mengakui eksistensi yang difitnah. Ia tidak merasa perlu menyebarkan fitnah kalau yang difitnah itu dianggap terlalu kecil atau terlalu lemah. Dengan kata lain orang akan semakin rajin menfitnah kalau memang semakin merasa "terganggu" dengan keberadaan orang yang difitnah. Seperti sebatang pohon, semakin besar dan mapan keberadaan diri, semakin ngetop dan populer seseorang, semakin tinggi kedudukan sesorang, semakin kaya sesorang, dst juga harus semakin siap untuk menerima fitnah yang semakin gencar....
Dalam perjalanan hidup kanjeng Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan ummat Islam, beliau menjadi "besar" dan "disegani" bahkan oleh musuh-musuhnya justru terutama karena sikap beliau yang tepat dan bijaksana ketika menghadapi fitnah yang beliau terima. Beliau di satu sisi sangat sabar, namun di sisi lain juga pernah melakukan perlawanan secara tepat. Bagi beliau, kekerasan adalah cara yang terakhir, dan itupun bukan dimulai dari pihak beliau...

Sabtu, 29 Maret 2008

Aku iri sama kang Gito

Tidak banyak orang yang memperoleh kesempatan seperti kang Gito. yang dikaruniai kehidupan dengan harta berkecukupan, memiliki kejayaan dan kemasyhuran sehingga bisa mengumbar hawa nafsunya dengan hura-hura, foya-foya, narkoba, angkara juga wanita...
Namun tidak banyak juga orang yang seperti kang Gito, ketika beranjak tua tubuhnya digerogoti kanker getah bening, alhamdulillah hal itu oleh beliau dianggap sebagai "teguran" atas kelakuannya selama ini, sehingga dijalaninya "cobaan" tersebut dengan sabar dan ikhlas sambil berusaha untuk terus merubah perilaku salahnya... Agaknya kang Gito bisa melampauinya dan lulus ujian itu... Karena betapa banyak orang yang juga mengalami hal serupa, namun gagal untuk menjadikan "cobaan" sebagai "jeweran" agar berbenah diri dalam rangka untuk lebih dekat lagi kepadaNya...

"Cinta yang tulus di dalam hatiku,
Telah bersemi karena-Mu
Hati yang suram kini tiada lagi
Tlah bersinar karena-Mu
Semua yang ada pada-Mu
Membuat diriku
tiada berdaya
Hanyalah bagi-Mu
Hanyalah untuk-Mu
Seluruh hidup dan cintaku…"
Kita boleh iri kepada kang Gito... karena di masa muda beliau mampu memperoleh kejayaan dan kemasyhuran, punya cukup harta, punya isteri cantik, anak yang dan keluarga yang baik. Namun akhir perjalanan hidup beliau yang "khusnul khatimah" itulah yang seharusnya membuat kita lebih iri lagi.... Ya kita iri kepada kang Gito, namun sedikitpun tidak pernah punya keinginan untuk menderita seperti kang Gito di penghujung hidup... Kapanpun rasanya kita tidak akan pernah siap, karena sering lupa mempersiapkan diri dalam menghadapi kemungkinan terjadinya...
Selamat jalan kang Gito...