Jumat, 19 Desember 2008

The power of Kepepet

Luar biasa kekuatan dari kepepet itu, pelajaran yang sesuai kurikulum harus diselesaikan dalam satu semester bisa dikebut dalam waktu semalam. Seseorang yang sehari-harinya dikenal pemalu, tiba-tiba berubah "mblubut" alias nggak punya… rasamalu. Orang yang dikenal lemah lembut setengah loyo, mendadak sontak jadi panik atau seperti beringas, yang dikenal demanding nggak ada inisiatip samasekali tiba-tiba bisa "mlethik" pikirannya.. keluar bola lampunya kalo di pilem kartun.
Banyak kisah sukses yang dimulai dari kondisi kepepet. Ada teman yang sukses jadi pengusaha akibat "terpaksa" ketika badai tsunami krisis harus meninggalkan tempat bekerjanya. Namun banyak juga di antara teman juga yang mencoba menerima tawaran pensiun dini, tapi sekarang hidupnya malah jadi beban orang.
Konon lingkungan bekerja yang rutin sering membuat seseorang berada di dalam zona nyaman, terlanjur krasan, kata orang Jawa, kehilangan kepekaan. Dirinya sudah beradaptasi dan tetap merasa nyaman dengan suasana yang sebenarnya tidak ada enak-enaknya sama sekali bagi orang lain. Ibarat burung yang dikurung dalam kerangkeng, ketika awal masuk kandang meronta-rona ingin lepas. Begitu mendapat kesempatan suatu saat bisa lepas, pertama merasa bebas, tetapi dialam bebas malah kebingungan cari makanan, alhasil esoknya mengalah pasrah bongkokan kepada orang yang telah tega mengurungnya dalam sangkar bergembok itu. Dan bisa ditebak, sesudahnya kisah pelarian tersebut tidak akan berulang meskipun pintu kandang terbuka lebar. Terlanjur keenakan, terlanjur sayang, terlanjur basah.
Sama-sama ingin kabur, sama-sama nggak kerasan tetapi bisa saja beda motivasi, sehingga beda juga hasil akhirnya. Ada yang ingin lepas karena merasa kerangkengnya terlalu sempit bagi badan dan kiprahnya untuk bisa berkembang lebih besar lagi. Panggung yang tersedia tidak lagi mampu mewadahi seluruh kiprahnya. Ada pula yang ingin lepas bukan karena wadahnya yang tidak sesuai tetapi sebenarnya masalah pada diri sendiri yang tidak pandai menari yang tepat sehingga bisa menguasai panggung dengan baik.
Tipe pertama begitu lepas dan mendapat wadah yang lebih besar maka dengan cepat membesarkan dirinya, sedangkan tipe kedua bisa saja masih menghadapi masalah yang sama seperti ditempat yang lama, dan ia akan terus dan terus mencari-cari wadah yang sesuai padahal masalahnya bukan pada wadah tapi pada dirinya.
Kalau kepepet itu memberikan energi yang dahsyat, kok terbersit perlu bikin upaya untuk menciptakan kondisi kepepet. Membeli rumah dengan mencicil sampe mecicil karena harus menyisihkan sebagian besar penghasilan misalnya. Pada awalnya akan terasaberat. Dengan begitu ada rasa kepepet dan akan mebuat kita lebih bijak dalam membelanjakan penghasilannya, mengatur kembali prioritas pengeluarannya atau cari-cari penghasilan tambahan.... Ternyata kepepet bisa menyebabkan orang jadi lebih kreatif. Sehingga yang bergaji pas-pasapun kalau kepepet bisa beli rumah juga.
Padahal kehidupan ini sebenarnya selalu dalam kondisi kepepet. Kepepet karena waktu berjalan begitu cepat, sehingga bagi orangyang punya target dalam hidup akan selalu dikejar oleh deadline. Waktu melesat begitu cepat, umur terus bertambah, ketuaan bahkan kematian akan semakin dekat menghampiri... itu yang membuat kepepet.
Kepepet yang lain adalah tuntutan agar kita "selalu beruntung" yang sesuai "dawuh" Kanjeng Nabi "hari ini lebih baik dari kemarin, hari esok lebih baik dari hari ini". Kita ini kepepet karena kesempatan baik tidak akan pernah terulang kedua kali. Sayang sekali kalau power potensial yang besar tersebut diabaikan dan tidak pernah dimanfaatkan.

Minggu, 28 September 2008

Nawaitu Lillahi Ta'ala..


Gusti Allah tidak hanya menilai hasil saja, tetapi juga proses. Jihad (usaha sungguh-sungguh dalam mencapai tujuan mulia) itu tidak wajib menang. Bahkan seandainya harus mati pun, bakal memperoleh penghargaan yang sangat tinggi (Maaf sesungguhnya "jihad" sangatlah mulia tujuannya, bukan dalam pengertian yang telah direduksi demi kepentingan baik yang tendensius maupun yang dipelintir disalah gunakan). Memang berjihat itu boleh saja nggak berhasil, namun bukan berarti lantas boleh beramal tanpa orientasi goal atau tujuan, hanya iseng-iseng, coba-coba tanpa maksud yang jelas.
"Dalam setiap memulai sebuah amal apapun niat itu wajib hukumnya, tanpa niat maka amal apapun tidak akan dicatat oleh malaikat", itu kata Ustad Mukidin. Implikasi niat itu apaan sih? Kalau diperhatikan dalam niat kalau di langgar ndeso selalu pake bahasa Arab, permulaannya adalah kata "nawaitu" yang artinya konon "saya berniat melakukan sesuatu" ditambah dengan "tujuan antara"… akhirnya ditutup dengan kalimat "Lillahi ta'ala", atau "Demi Allah yang Maha Tinggi" katanya. Lillahi Ta'ala itulah The Ultimate Goal yakni meletakkan dan menyandarkan seluruh amal untuk "memperoleh Ridho Alloh". Nah sekarang jelas bahwa tujuan atau goal yang harus dicapai ketika akan melakukan perbuatan atau amalan itu tertera dalam niat. Dengan berniat tujuan melakukan sesuatu jadi jelas, tanpa niat berarti akan melakukan amal atau perbuatan tanpa tujuan dan itu kata ustad Mukidin tidak akan tercatat oleh malaikat.
Tujuan dijabarkan lebih lanjut dalam target, untuk mencapai target butuh tindakan nyata yang dirumuskan dalam action plan dan action step, butuh strategi, contingency plan dan seterusnya. Maka secara tidak langsung, membuat planning dalam hidup itu wajib hukumnya. Lha kalau setiap amal wajib niat, maka menjalani kehidupan tanpa tujuan alias tanpa planning ya tidak diperkenankan. Nggak boleh hidup hanya seperti "godong jati garing, kleyangan katiyup angin", kumasha engke wae...
Begitu pentingnya niat, maka pak ustad sering ngingetin... "baru punya niat baik saja, itu sudah dicatat oleh Malaikat". Tentu... seandainya pahala itu bisa diukur atau dikuantifisir.. yang diperoleh oleh yang cuma niyat doang, ya ndak bakalan sama dengan yang telah melakuannya dengan sungguh-sungguh walaupun mungkin gagal diperjalanan.
Setiap amal tergantung niatnya, kata kanjeng Nabi. Niat yang paripurna adalah meletakkan the Ultimate Goalnya memperoleh Ridho Alloh. Nah kalau tujuan direduksi pada tujuan antara, maka sebatas itulah maksimal yang akan diperoleh. Kalau niat bantu orang miskin supaya diakui kedermawan anda, maka maksimal anda hanya memperoleh publikasi (yang belum tentu bener) bahwa anda adalah orang yang banyak duwit dan murah hati. Kalau niat puasa di bulan Ramadhon ini hanya ingin langsing atau menurunkan kolesterol, ya itulah maksimal yang bisa diperoleh. Lain hanya kalau niat Lillahi Ta'ala, insya Allah akan memperoleh la'alakum tattaqun. mungkin juga sekaligus memperoleh langsing, lebih fit dan rendah kolsterol. Amien.

Minggu, 06 April 2008

Fitnah

Fitnah adalah hal yang menyebabkan perpecahan, memfitnah adalah upaya untuk "memecah belah"... jadi siapa yang senang menyebarkan benih-benih kebencian sehingga menumbuh kembangkan perpecahan itulah "tukang fitnah"…
Memiliki perasaan "tidak senang" kepada kelompok atau orang tertentu karena alasan yang boleh jadi sangat subyektif, itu manusiawi sekali. Namun, manusia adalah "makhluk tuhan yang paling beradab" dan juga hidup dalam pergaulan yang beradab pula, makanya harus menahan perasaan sendiri demi menjaga perasaan orang lain. Konon rasa benci itu bisa menghapuskan rasa adil, sebab kalau diumbar lepas, akan menimbulkan kesewenang-wenangan terhadap orang yang tidak disenangi... Padahal, terhadap yang jelas menjadi pelaku kejahatan sekalipun pelurusan diarahkan terutama kepada perilakunya bukan kepada manusianya. Karena siapa tahu ia adalah korban yang perlu dikasihani, yang dilakukan adalah diluar kesadaran kemanusiaannya. Bagaimanapun menyudutkan atau menghinakan bukanlah cara yang tepat.
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan, itu bunyi salah satu ayat suci. Maksudnya bukan berarti nyawa seorang manusia itu tidak ada artinya, namun perlu dibayangkan bahwa kehilangan nyawa yang sangat besar artinya ternyata belum ada apa-apanya dibandingkan dengan kedahsyatan fitnah keji. Fitnah keji itu laksana terjangan tsunami yang dengan dahsyatnya menyebarkan benih perpecahan yang akhirnya menyulut peperangan dengan serangkaian perusakan dan pembunuhan di dalamya.
Sekeji-kejinya fitnah, menghadapinya dengan fitnah balik adalah kontra produktif. Tidak ada bedanya antara penfitnah pertama dengan fitnah balasan, keduanya sama-sama fitnah. Sejujurnya orang melancarkan fitnah secara diam-diam mengakui eksistensi yang difitnah. Ia tidak merasa perlu menyebarkan fitnah kalau yang difitnah itu dianggap terlalu kecil atau terlalu lemah. Dengan kata lain orang akan semakin rajin menfitnah kalau memang semakin merasa "terganggu" dengan keberadaan orang yang difitnah. Seperti sebatang pohon, semakin besar dan mapan keberadaan diri, semakin ngetop dan populer seseorang, semakin tinggi kedudukan sesorang, semakin kaya sesorang, dst juga harus semakin siap untuk menerima fitnah yang semakin gencar....
Dalam perjalanan hidup kanjeng Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan ummat Islam, beliau menjadi "besar" dan "disegani" bahkan oleh musuh-musuhnya justru terutama karena sikap beliau yang tepat dan bijaksana ketika menghadapi fitnah yang beliau terima. Beliau di satu sisi sangat sabar, namun di sisi lain juga pernah melakukan perlawanan secara tepat. Bagi beliau, kekerasan adalah cara yang terakhir, dan itupun bukan dimulai dari pihak beliau...

Sabtu, 29 Maret 2008

Aku iri sama kang Gito

Tidak banyak orang yang memperoleh kesempatan seperti kang Gito. yang dikaruniai kehidupan dengan harta berkecukupan, memiliki kejayaan dan kemasyhuran sehingga bisa mengumbar hawa nafsunya dengan hura-hura, foya-foya, narkoba, angkara juga wanita...
Namun tidak banyak juga orang yang seperti kang Gito, ketika beranjak tua tubuhnya digerogoti kanker getah bening, alhamdulillah hal itu oleh beliau dianggap sebagai "teguran" atas kelakuannya selama ini, sehingga dijalaninya "cobaan" tersebut dengan sabar dan ikhlas sambil berusaha untuk terus merubah perilaku salahnya... Agaknya kang Gito bisa melampauinya dan lulus ujian itu... Karena betapa banyak orang yang juga mengalami hal serupa, namun gagal untuk menjadikan "cobaan" sebagai "jeweran" agar berbenah diri dalam rangka untuk lebih dekat lagi kepadaNya...

"Cinta yang tulus di dalam hatiku,
Telah bersemi karena-Mu
Hati yang suram kini tiada lagi
Tlah bersinar karena-Mu
Semua yang ada pada-Mu
Membuat diriku
tiada berdaya
Hanyalah bagi-Mu
Hanyalah untuk-Mu
Seluruh hidup dan cintaku…"
Kita boleh iri kepada kang Gito... karena di masa muda beliau mampu memperoleh kejayaan dan kemasyhuran, punya cukup harta, punya isteri cantik, anak yang dan keluarga yang baik. Namun akhir perjalanan hidup beliau yang "khusnul khatimah" itulah yang seharusnya membuat kita lebih iri lagi.... Ya kita iri kepada kang Gito, namun sedikitpun tidak pernah punya keinginan untuk menderita seperti kang Gito di penghujung hidup... Kapanpun rasanya kita tidak akan pernah siap, karena sering lupa mempersiapkan diri dalam menghadapi kemungkinan terjadinya...
Selamat jalan kang Gito...

Sabtu, 15 Maret 2008

Pilih Gusti Alloh sebagai sumber motivasi

Setiap jengkal langkah pasti ada tujuannya, bahkan "berjalan sak paran-paran" pun pasti ada tujuannya, bukan menuju suatu tempat tertentu, tetapi dengan "musing-musing"itu siapa tahu bisa muncul "mak thing".. gambar "plenthong" murub... artinya nemu ide yang bisa direalisasikan menjadi sesuatu yang berarti.
Hampir tiap hari, orang mruput subuh, bareng maling mau operasi ke tempat kerja, ketika larut malam dengan kondisi badan loyo dan kusut lungset baru nyampai di rumah... kalau nggak ada tujuannya, siapa yang mau. "Buat ngingoni anak bojo", (buat ngasih makan anak bini) ucapan klise para suami atau "demi anaknya mertua" seperti tertulis di bak truk antar kota di Pantura sana.
Di sekitar kita ini mudah ditemui "orang2 aneh" yang mau-maunya mengerjakan sesuatu yang nggak enak namun imbalan yang diperoleh juga nggak memadai.. bukan karena kepepet, lha wong tampaknya mereka juga menjalankan dengan sungguh-sungguh, tidak nampak keluh kesah bahkan sepertinya malah "enjoy aja" dengan keadaan tidak menyenangkan itu ... Ketika mereka ditanya, kok mau-maunya melakukan pekerjaan itu, jawab mereka enteng saja "lillahi ta'ala"... atau dengan kalimat yang agak panjang "mencari ridhonya Gusti Alloh"... hebat banget yak..
Memang yang menggerakkan dan mengarahkan seseorang untuk berperilaku adalah motif. Motivasi kuatlah yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu yang "luar biasa" seperti itu. Banyak contoh orang bisa "sukses" karena sungguh-sungguh, tidak main-mai, tidak setengah-setengah dalam menekuni pekerjaan yang dihadapinya. Siapapun boleh iri atau meniru orang sukses seperti itu. Namun perlu disagdari banwa motivasi itu berasal dari dalam diri, bukan karena dorongan dari luar.... soalnya kalau akibat trigger rangsangan dari luar itu namanya emosi yang hanya bertahan ketika tahi ayam masih hangat saja.
Dus gibas, dus gembel.... jadi perilaku manusia sangat tergantung motif yang mendasari. Kalau motifnya baru sebatas urusan perut atau dibawahnya saja, maka dia baru berada pada dasar piramida mbah Maslow dan perilakunya juga tidak jauh-jauh dari yang hidup di taman safari, hutan belantara atau dikandang piaraan atau tontonan. Konon, tanpa akal budi manusia memang enggak ada bedanya dengan aktor/aktris terkenal yang jadi bintang Kanal Animal Planet yang nggak pernah menerima bayaran itu.
Menurut pak ustad di langgar ndeso dulu... ketika akan akan jadi manusia dulu, kita ini masing-masing sudah tandatangan MOU dengan Gusti Alloh, bersedia untuk jadi wakilNya di muka bumi dan siap sedia untuk selalu manut, tunduk patuh beribadah kepadaNya.. Nah karena udah tandatangan itulah maka mau nggak mau, ya harus memilih The Ultimate Motivator sebagai sumber motif kehidupan ini. Sebagai The Ultimate sumber motif, Gusti Alloh ya harus melingkupi seluruh tingkah laku bahkan juga dalam berpikir dan olah rasa. Kapanpun butuh Gusti Alloh, bukan hanya sekali-kali ketika terdesak butuh tempat pelarian.
Kalau udah Lillahi Ta'ala atau karena Gusti Alloh Yang Maha Tinggi maka segala keberhasilan adalah karuniaNya yang layak disyukuri dan tidak pantas disombongkan. Sebaliknya apabila gagal, bukan berarti kiamat, mungkin belum ada restu dariNya atau Ia masih menguji kesungguhan dalam menggapainya sehingga perlu diupyakan terus dan terus dan terus dan terus. Pujian orang lain atau bahkan balasan karena itu bukanlah satu-satunya tujuan dalam mengerjakan sesuatu. Bagi Gusti Alloh "effort" juga bernilai di samping "afford" sesuatu. tetapi bukan berarti boleh gagal melulu.