Sabtu, 15 September 2007

Kebimbangan kang Basir

Siang itu kang Basir mau Jumatan… ketika mendekati bibir sumur kerekan, didengarnya suara dari dalam sumur. Bener juga... di situ ada seekor kucing yang tengah berjuang melawan maut karena akan tenggelam.
Kang Basir dituntun oleh hati nuraninya untuk menolong si kucing. Tetapi sumur itu cukup dalam, cukup sulit bagi kang Basir untuk bisa meraih dengan tangannya, kebetulan nggak ada tangga, jadi satu-satunya jalan yang paling mungkin hanya menimbanya kemudian mengereknya ke atas.
Namun rupanya si kucing itu tidak menyadari (lha wong kucing kok suruh sadar gimana) bahwa kang Basir sedang berusaha menolongnya. Begitu badannya masuk timba dan terkerek naik, si kucing justru meronta-ronta.. tentu saja akibat ulahnya itu kucing jatuh kembali... Byuuur... Menjengkelkan sekali, sudah susah payah ditolongin, si korban bukannya ikut mbantu malah bikin susah saja. Seandainya si kucing koperatif, sebenarnya upaya evakuasi itu tidak makan waktu. Tapi gara-gara kebodohannya (mana ada kucing pinter kecuali di kartun) evakuasi memerlukan waktu yang cukup lama, dan berakhir setelah si kucing mulai kehabisan tenaga. Kang Basir segera mengeringkan badan si kucing dengan mengelapnya pake saputangan, lalu mengangin-anginkan di tempat yang agak teduh… eeee… begitu merasa segar kembali... si kucing langsung meloncat lari, tanpa ada isyarat menyatakan terima kasih, justru sepertinya memandang curiga sama kang Basir, dianggap ia sebagai biang masalah… dasar kucing garong loe….
"Astaghfirullah", kang Basir baru menyadari bahwa Jumatan di masjid sudah usai. Ada galau di hati Kang Basir, ternyata karena seekor kucing yang tidak mau berterima kasih itu telah menyebabkannya tidak menjalankan suatu kewajiban rutin yang tidak pernah dilewatinya entah sejak kapan.
"Duh Gusti Alloh…. aku siap menerima azab dan murkaMu karena telah mengabaikan perintahmu", kang Basir bergetar hatinya hingga berkeringat dingin karena merasa telah melakukan kesalahan yang tidak bisa dimaafkan.
Kang Basir terkena takdirnya, seandainya tadi ia pergi Jumatan lebih awal maka akan masih cukup waktu setelah evakuasi bisa langsung Jumatan.. andai yang lain kalau tadi tidak wudhu di sumur itu, maka ia juga tidak perlu menolong si kucing dan Jumatane nggak bolong.
Apapun, dosa telah terjadi dan baginya itu bisa tidak bisa dimaafkan, bahkan juga nggak bisa dikorting dengan dalih menolong nyawa makhluk ciptaan Gusti Alloh. Memang... makhluk yang ditolong itu hanya seekor kucing, liar lagi artinya bukan peliharaan katrena itu keberadaannya tidak dikehendaki oleh manusia, warna dan bodinya juga nggak seksi, bulunya nggak klimis, kurapan, juga "cluthak" hingga lebih sering jadi pengganggu ketimbang sahabat, mungkin kecemplungnya juga karena ulah sendiri. Namun.. seejelek apapun si puss meong, mau liar kek, bulu jelek kek, kurapan kah, tidak seksi lah, clutak dan seterusnya adalah atribut wadag belaka, sedangkan yang menjadi sebab hidup di tubuhnya tetap Ruh yang milik Gusti Alloh...
Mungkin sekali tadi kang Basir bisa Jumatan kalau membiarkan saja si kucing itu mati tenggelam… namun ia juga merasa bersalah karena setara dengan pembunuh membiarkan makhluk mati tenggelam sementara ia mampu untuk menyelamatkannya. Tetapi amal kebajikan bukan sesuatu mudah diukur oleh manusia, hanya Gusti Alloh saja yang bisa mengukur dengan sempurna. Antara satu kewajiban dengan kewajiban lain juga tidak bisa diperbandingkan. Antara sholat Jumat dengan menolong nyawa juga tidak dapat dibuat skala prioritas. Jumatan adalah fardhu `ain sementara menolong kucing adalah fardhu kifayah dimana itu adalah dua hal yang berbeda.
Kemuliaan Gusti Alloh pasti tidak akan berkurang sedikiiiiitpun seandainya tidak ada orang Jumatan sekalipun, apalagi cuma gara-gara Kang Basir saja. Jadi dalam peristiwa itu yang paling rugi tidak Jumatan kang Basir sendiri. Kang Basir bersalah, maka ia juga yang akan menerima murka dari Gusti Alloh. Namun seandainya tadi si kucing tidak ditolong, orang sekampung juga mendapat murka Gusti Alloh karena ada warganya yang membiarkan binatang mati tenggelam sementara sebenarnya seorang warga bisa melakukannya. Seberapa besar murka Gusti Alloh... itu bukan domain manusia.
Karena bukan domain dia untuk mengetahui dan menimbang dosa dan ganjaran yang akan diterima atas pilihannya ataupun tindakan yang telah dilakukannya... pilihan satu-satunya hanya berdoa, mohon perlindungannya mudah-mudahan Gusti Alloh terus menuntun hati nuraninya untuk memilih jalanNya dan mengampuni apabila ternyata ia memilih jalan yang tidak sesuai dengan kehendakNya …
Wallahu a'lam...