Jumat, 11 Maret 2005

Mensyukuri Nikmat

Tidak terbilang nikmat yang telah Allah anugerahkan mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut “Jika kamu menghitung nikmat Allah SWT, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya (QS 14:34). Belum nikmat yang lain seperti kesehatan, keamanan, keselamatan, derajad, pangkat, harta benda, keluarga, tanah, air, udara, alam lingkungan. “Dia juga menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu lahir batin (QS 31:20). Maka pantas puluhan kali dalam Surat Ar-Rahman Allah menyeru: “Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
Masih belum cukupkah nikmat yang kita terima agar mampu bersyukur?. “Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah kepadamu, dan jika kamu mengingkari, maka sesungguhnya adzab-Ku sangatlah pedih" (QS 14: 7). Ternyata dengan mensyukuri nikmat-pun Allah SWT masih akan memberi tambahan nikmat. Betapa Maha Pemurah Allah SWT itu.
Memang, nafsu serakah selalu menghambat langkah menuju syukur. Oleh karena itu diperlukan sikap qana’ah yaitu menerima apa adanya nikmat yang telah Allah berikan dengan berprasangka baik, bahwa semua itu adalah yang paling baik dan yang paling sesuai sesuai dengan porsi kita masing-masing. Dalam Hadist Abu Hurairah yang diriwayatkan Bukhari, Nabi Muhammad SAW berkata, "Jadilah kamu yang qana'ah, kelak kamu akan menjadi orang yang banyak bersyukur".
Lalu, apakah syukur itu? Apakah syukur itu adalah mengajak kerabat untuk makan enak atau berpesta dengan maksud untuk berbagi rasa suka dan memberi motivasi mereka dalam mengejar prestasi yang sama atau bahkan melebihi?
Bukan! Hakekat syukur sebenarnya terletak pada relasi antara “penerima nikmat” dengan “pemberi nikmat” serta pemanfaatan kenikmatan itu sendiri. Dalam pengertian itu syukur dapat dibagi menjadi tiga tingkat.
Tingkat terendah adalah syukur verbal, yakni mengucapkan “terima kasih” atas nikmat yang diterima. Dengan mengucapkan terima kasih lalu penerima lantas merasa lepas ikatan dengan pemberi nikmat dan merasa punya otonomi penuh untuk mempergunakan kenikmatan sekehendak hatinya. Inilah yang disebut syukur ritual, syukur “sopan-santun” atau “basa-basi” belaka.
Syukur yang lebih tinggi, di samping mengucapkan terima kasih juga ditambah dengan pengakuan bahwa nikmat yang diterima adalah sebuah “amanah” atau kepercayaan. Sehingga dalam pemanfaatannya keterlibatan pemberi nikmat masih diperlukan. Misalnya seseorang yang diberi nikmat tubuh yang sehat dari Allah SWT, walaupun telah mengucap Alhamdulillah namun tetap berusaha mempergunakan tubuh sehatnya untuk berbuat kebaikan atau beribadah kepada-Nya. Syukur semacam ini memang sudah baik, tetapi masih belum sempurna.
Syukur yang sempurna, di samping mengucapkan terima kasih dan merasa menerima mandat, juga dilengkapi dengan mendaya gunakan nikmat seoptimal mungkin. Misalnya mensyukuri nikmat akal budi, disamping mengucap syukur dan menjaga amanah, juga dilengkapi dengan mengasah dan mengembangkannya terus menerus dengan belajar dari segala yang tersurat maupun yang tersirat di hamparan alam ini, serta mempergunakan nikmat itu sebaik-baiknya. Cara mensyukuri nikmat sumber daya alam, disamping mengucap syukur dan mengemban amanah juga dilengkapi dengan mengeskploitasi secara optimal namun bertanggung jawab, memberinya nilai tambah agar lebih bermanfaat. Cara mensyukuri nikmat hidup disamping mengucap syukur dan menjaga amanah adalah mengisi hidup ini sebaik-baiknya sehingga tidak merugikan orang lain, bahkan sedapat mungkin memberi manfaat bagi manusia lain maupun lingkungan. Jadi syukur nikmat yang tertinggi adalah bila nikmat yang diterima itu berdaya guna bagi diri sendiri, lingkungan, maupun alam sekitar dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Memang itulah tugas manusia “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. 51:56).
Wallahu a’lam...(kangucup).

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Artikel Kang Ucup ttg Mensyukuri Nikmat cukup bagus. Memang kalau kita jadi orang yang selalu bersyukur (qana'ah) kita akan jadi orang yang selalu merasa damai dan tenang dalam menjalani keseharian hidup kita yg semakin banyak saja cobaan yang Alloh berikan. Alhamdulillah Kang Ucup, saya dalam hidup sehari2 selalu merasakan nikmat yg Alloh berikan dgn penuh rasa syukur yang mendalam karena saya YAKIN bahwa Allohlah yang menggenggam segalanya yg ada di bumi ini. Setiap pagi mau berangkat kantor, meskipun hanya naik angkot sy selalu jalani hari2 dgn rasa senang akan nikmat yg Alloh sudah berikan buat saya dan juga keluarga saya.Memang benar Kang Ucup, kalau kita selalu bersyukur akan nikmat Alloh, PASTI Alloh akan menambahnya dan hal tersebut sudah saya rasakn sekali. Memang saya bukan orang kaya, saya hanya orang biasa saja namun saya rasa bahwa Alloh sangat-sangatlah menyayangi saya karena kemudahan2 yang Alloh telah berikan dan juga mambuat saya mampu utk melalui masa2 sulit saya selama ini. Ok gitu dulu Kang Ucup, dan omong2 saya juga sangat tertarik dgn artikel Kereta 1910 apa kang ucup masih ada foto yang lain?. Ass. Wr.Wb


Hendro Bawono Yudho, S.Pd

PT. Sapalans Makarti (Insurance Loss Adjuster).

Address:
Komplek Majapahit Permai Blok A 108, Jakarta-Pusat 10160.
Telp; +62213845137,3845594

Unknown mengatakan...

Terima kasih pak Hendro atas sharing dan komentarnya... Tulisan saya itu sebenarnya hanya sekedar pelepasan uneg-uneg saja.
Sedangkan soal foto kereta itu hanya didapat dari browsing, jadi gambar yang lain saya tidak simpan. Memang, data di negara kita itu tergolong sulit, saya coba cari info mengenai tragedi bintaro 18 tahun lalu itu juga sulit diperoleh.
Oh ya.. dulu ada saudara juga bekerja di Sapalans yaitu mas Nurcahyo, mungkin pak Hendro kenal?
wassalam

Eko Eshape mengatakan...

Tahun 2008 ini belum nulis ya kang?

Ditunggu tulisannya, soalnya asyik dibaca.

Salam