Sabtu, 16 September 2006

tecenung di halaman masjid agung nyalindung

maghrib tiba, dari majalengka menuju bandung kami memasuki tanjakan nyalindung.. ketika gerobak ini sedikit terengah membawa beban meniti tanjakan, terlihat jelas sebuah mesjid megah berwarna hijau yang sangat eye-catching bagi siapa saja yang ada di tanjakan ini.. kami masuk halaman sebuah mesjid artistik dengan penataan landskape yang baik. masjid yang juga cukup terawat, termasuk bagian yang sering terabaikan pada umumnya masjid yaitu toilet serta tempat wudhu, maka hampir dipastikan mesjid ini pastilah diurus oleh orang-orang yang cukup profesional.... tidak seperti umumnya masjid meskipun magrong-magrong, tetapi estetika dan penataannya kurang baik, toilet dan tempat wudhunya-pun bertolak belakang dengan penggalan hadist yang tergantung jelas di situ "kebersihan adalah sebagian dari iman".
tidak ada informasi yang tertulis mengenai pengurus masjid ini beraffiliasi ke organisasi islam mana, bahkan juga tidak ada informasi nama perorangan atau organisasi tertentu yang menjadi sponsor pembangunannya, tetapi dari info hansip.. masjid agung nyalindung ini milik pemda sumedang dan diresmikan bersamaan dengan sebuah islamic centre yang dibangun di daerah "remang" di salah satu bagian kota bandung…. oooo begituuu..
memang sih...bagi kami yang hanya ingin mendapatkan tempat untuk menghadap Allah, semua masjid adalah rumah Allah, maka tidak penting sebuah mesjid itu dibangun dalam rangka apa maupun siapa orang atau organisasi yang ada di balik berdirinya...
di sepanjang jalan raya di jawa tidak sulit mencari sebuah masjid, langgar, surau, musholla dan sejenisnya...banyak juga mesjid yang megah. tetapi kadang sangat kontras dengan dengan lambang kemiskinan di sekitarnya. Memang bukan hal yang aneh kalau ada sebuah masjid megah tengah pemukiman kumuh... mungkin saja karena masjid adalah "rumah Allah" lalu ummat di sekitar masjid berprinsip, jangan sampai sebuah masjid kalah megah dengan rumah tinggal jamaah. entahlah… apa karena prinsip itu lalu banyak orang berpayah-payah bahkan "memaksa" dalam membangun masjid, bahkan tidak jarang dengan cara yang "tidak pantas" pula, misalnya merasa tidak perlu tahu urusan dan kesulitan orang lain, seenaknya saja memberhentikan orang yang sedang bergegas di jalan, padahal siapa tahu di antara mereka ada yang mempunyai urusan penting, bahkan bisa jadi ada yang sedang emergency menyelamatkan jiwa seseorang atau urusan lain yang juga bermanfaat bagi kemaslahatan ummat. selain daripada itu, salah satu syarat beramal adalah ikhlas, tetapi kita sering "terpaksa" beramal karena hanya "tidak mau repot". memang membangun "rumah Allah" itu amal jariyah yang besar dan terus mengalir pahalanya, tetapi rasanya memakmurkan sebuah masjid juga penting. membangun fisik masjid megah itu penting, tetapi memfungsikan masjid secara maksimal, baik ketika bulan puasa ataupun bulan lainnya itu juga penting...
bagaimanapun cara membangunnya, sebuah masjid yang bersih dan nyaman di pinggir jalan, jelas sangat berguna bagi pengguna jalan yang ingin mampir dan menjalankan ibadah. Seperti masjid agung tanjakan nyalindung ini bisa menjadi tempat nyaman untuk melepaskan beban kelelahan, membersihan diri, cuci muka atau anggota badan, bahkan membuang tumpukan najis, yang ada di dalam tubuh. tentu saja fungsi utama masjid yakni sebagai tempat untuk melepas "penat" dan "najis" yang menumpuk dalam hati dan kalbu, kemudian me-refresh dan recharge kembali melalui doa, istighfar dan audiensi langsung dengan allah ta'ala melalui ritual sholat dan doa...
selepas maghrib di halaman mesjid agung nyalindung yang megah, seorang nenek delapan puluh tahunan, berjalan bongkok tertatih-tatih, badan ringkih, menggendong sebuah baskom berisi makanan kecil mulai bakwan, rangginang, tempe goreng, tahu, juga beberapa butir jeruk dan apel "apkiran" nenek itu berjalan menghampiriku yang sedang menyeruput secangkir capuccino panas dari saset. Sejenak terpaku... betapa ada orang setua dan selemah itu, di malam yang dingin begini harus mencari makan dengan menjajakan kue. dengan bahasa sunda sepotong-potong, kutanya dia (dibantu interpreter tentunya). sedikit demi sedikit terkuak jatidiri si nenek.. "si-aki" suaminya sudah lama sakit-sakitan dan jompo alias hanya bisa tergolek lemas di tempat tidur, anaknya sudah berkeluarga tapi juga dibalut kemiskinan ia hanya seorang buruh tani, dua cucunya tinggal bersama di rumah si nenek. cucu nenek tertua baru kelas dua smp. sang cucu itulah yang menuntun sang nenek dari rumah ke halaman masjid, mustahil si nenek jalan sendiri ke sini, karena harus menyeberang jalan raya cirebon-bandung yang sangat padat, di samping lokasi rumahnya agak ke bawah, sehingga harus mendaki tanjakan terjal... maka untuk pulangpun ia hanya menunggu sang cucu menjemputnya...
cerita selanjutnya dari si nenek... makanan itu dibeli oleh cucunya di pasar sepulang dari sekolah, buah apel atau jeruk dibelinya lima ribu sekilo, kemudian sampai di rumah diplastiki. ilu dijajakan di depan masjid ini. Dari berjualan di halaman mesjid itu, rata-rata hanya memperoleh limaribu sampai dua puluh ribuan sehari, tetapi tidak jarang juga tidak memperoleh apa-apa alias kehilangan total uang yang telah dibelanjakannya,yaa.. Allah terharu mendengar cerita si nenek. betapa kami ini lebih beruntung, tetapi hampir tidak pernah mensyukurinya... maka ada rasa bersalah dan ingin sekali membantu si nenek, tetapi apa daya... banyak hambatan yang saya hadapi.
lembar kertas tak seberapa nilai diselipkan di tangan si nenek.. kulihat raut mukanya terkejut, kemudian nampak mata yang dikelilingi kulit keriput itu berkaca-kaca, dari biirnya mengucapkan kata-kata dengan nada tertahan karena seperti ada yang menyumbat kerongkongannya... "hatur nuhun, mugi anda dapat keberkahan" itu ucapannya ketika kami minta pamit untuk meneruskan perjalanan.. dari raut wajah dan ucapannya itu kami bisa merasakan, meskipun nilainya tidak seberapa dan mungkin juga tidak bisa menutupi kebutuhan keluarga si nenek meskipun hanya untuk sehari itu, tetapi dari raut muka bisa terbaca bahwa ia sangat berterima kasih dengan tulus.
kami tercenung... bagaimana cara sang nenek itu untuk menapaki hari-hari selanjutnya... semoga saja kejadian itu bukan sebuah pertanda bahwa masjid megah maupun jemaahnya terlalu angkuh untuk sekedar peduli terhadap kehidupan seorang nenek renta yang tiap hari harus mengais rejeki di halamannya... kami percaya kemurahan Ilahi, jadi mungkin hari-hari selanjutnya, si nenek akan terus berjualan di halaman masjid agung nyalindung, sampai badan rentanya tidak kuasa lagi menggendong baskom, sampai kaki lemahnya tidak kuat lagi berjalan mendaki dan menyeberang jalan raya nyalindung, sampai dia jompo seperti si aki, sampai ia harus dipanggil oleh sang khalik, atau mungkin sampai ada yang peduli sehingga si nenek renta tidak lagi harus melakukan pekerjaan yang tidak layak dilakukan oleh orang setua dia???....
wallahu a'lam

Tidak ada komentar: